Senin, 28 Mei 2012

Kisah Dibalik Tong Sampah Dapur

Sisa makan siang dari 250 ribu murid sekolah di Taiwan dalam setiap tahunnya ada  sekitar 125 ribu ton, jika diisikan ke dalam tong sampah ukuran tinggi satu meter, dapat ditumpuk sampai setinggi 1.221 unit gedung bangunan 101 Taipei.

Gambar. Sisa makan siang

Sedangkan sampah dapur yang dibuang oleh setiap keluarga di Taiwan dapat ditumpuk sampai sebanyak 1.017 buah Puncak Everest. Ini belum termasuk sampah dapur dari sekolah dan restoran.
Gambar. Sampah dapur


Tahun 2011 merupakan tahun puncak produksi bahan pangan dalam sejarah umat manusia, namun pada saat yang sama ada dua orang anak mati kelaparan dalam setiap lima detiknya


Kemampuan produksi bahan makanan global cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan dari 1,7 kali populasi umat manusia, namun tetap saja terjadi “bencana kelaparan” di bumi ini. Hal ini karena sepertiga dari bahan makanan yang ada ternyata terbuang ke dalam tong sampah. Khusus untuk Taiwan saja, bahan makanan yang dibuang dalam masa setahun dapat ditumpuk menjadi 1.017 buah Puncak Everest.


Bahan makanan yang terbuang ke dalam tong sampah di seluruh dunia dalam setahunnya mencapai 1,3 milyar ton, cukup untuk mengelilingi bumi sebanyak 166 kali. Namun kenyataan pahitnya dalam setiap hari ada 30 ribu orang mati kelaparan.


Pada sebelah Selatan Gurun Sahara di Afrika ada 300 juta korban bencana kelaparan. Di India ada 230 juta orang menderita kelaparan, setara dengan sepuluh kali populasi Taiwan. Jika angka korban pada kedua wilayah ini dijumlahkan, akan mencapai separuh dari angka korban kelaparan global.


Menurut laporan FAO, 40% dari bahan makanan di negara maju dibuang ke dalam tong sampah. Jelasnya sebanyak 40% dari makanan setiap orang terbuang ke dalam tong sampah, jika sisa makanan ini dikumpulkan dalam setahun, akan cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan 4,2 milyar umat manusia.


Menurut data Dinas Lingkungan Taiwan, sampah dapur dari seluruh rumah tangga di Taiwan dalam setahun ada sekitar 2,75 juta ton, di antaranya ada sekitar 1,8 juta ton merupakan kulit buah-buahan, sayuran dan sisa makanan.


Jika dikonversikan dalam unit berat, 1,80 juta ton adalah setara dengan berat 4 milyar porsi makanan kotak. Jika dikonversikan dalam bentuk nilai uang akan mencapai NTD 25 milyar (Rp. 7,5 trilyun), cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan bergizi bagi 230 ribu murid sekolah asal keluarga tidak mampu selama 20 tahun, mulai dari usia tingkat TK sampai tingkat S3. Jika dikonversikan dalam jumlah orang, cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi 5,5 juta warga Haiti selama satu tahun penuh.


Sampah dapur sebanyak 1,80 juta ton ini masih belum termasuk sampah dapur dari restoran, sekolah dan pasar.


Foodsolution dari Perusahaan Unilever Taiwan pernah mengadakan riset, diperkirakan sisa makanan yang dibuang oleh semua restoran di daerah Taipei dalam setahun mencapai NTD 1,8 milyar (Rp. 540 milyar). Angka ini cukup untuk memenuhi kebutuhan makan siang bergizi selama setahun bagi 12 ribu anak di daerah terpencil.


Taiwan merupakan negara dengan jumlah mini market terpadat di seluruh dunia. Dikarenakan adanya standardisasi, maka angka pemborosannya sangat besar, sebab setiap mini market harus menjual segala macam makanan, sedangkan makanan itu tidak pasti terjual habis, jadi sebagian akan berakhir menjadi sampah dapur. Karena kita ingin mendapatkan kenyamanan, akibatnya terjadi pemborosan, mungkin pihak perusahaan sudah boleh mulai berpikir untuk mengurangi jumlah pasokan bahan makanan atau ada lebih banyak orang yang membelinya.


Di Hongkong ada usaha daur ulang pernah mengambil data statistik, setiap hari mereka mengumpulkan 50 ribu buah kotak makanan dari murid-murid sekolah, setiap kotaknya rata-rata bersisa 200 gram bahan makanan, jika dari angka ini diperkirakan sisa makanan dari 250 ribu murid sekolah di Taiwan, maka dalam setahun akan ada 125 ribu ton sisa makanan. Jika diisikan ke dalam tong sampah ukuran tinggi satu meter, dapat ditumpuk sampai setinggi 1221 unit gedung bangunan 101 Taipei.


Di Haiti ada 5,5 juta warganya yang tidak bisa makan satu kali pun setiap harinya.


Di Inggris ada sebuah acara televisi bernama “Great British Waste Menu”, di mana pembawa acara akan mencari tong sampah di belakang pasar swalayan atau pasar sayur, lalu memilih bahan makanan yang dibuang untuk dijadikan menu makanan, namun prosesnya tetap di bawah pengawasan ahli kesehatan, sehingga tidak akan timbul masalah kesehatan, kemudian mereka mengundang para pengusaha yang tadinya membuang bahan makanan tersebut untuk datang mengecapi menu makanan tersebut dan meminta mereka agar mengurangi pemborosan bahan makanan.



Bahan makanan yang dibuang di Inggeris setiap tahunnya mencapai nilai NTD 500 milyar (Rp. 150 trilyun), selain itu masih harus menghabiskan biaya sebanyak NTD 50 mliyar (Rp. 15 trilyun) untuk menangani masalah sampah makanan ini.


Di negara-negara miskin seperti di benua Afrika, disebabkan masalah produksi, transportasi dan teknik penyimpanan yang terbelakang, ada seperempat dari bahan makanan yang rusak sebelum mencapai tangan konsumen. Sebaliknya di negara maju, ada 40% dari bahan makanan yang dibuang oleh para pengecer atau konsumen ke dalam tong sampah.


Demi agar terlihat bagus, penjual sayuran akan membuang bagian luar sayur sawi putih, sehingga sebutir sawi putih yang tadinya seberat 3 kg menjadi hanya tersisa 2,5 kg saja. Dengan kata lain, setiap menangani 6 butir sawi putih, harus dibuang 1 butir.



Pada musim panas, mungkin satu truk sayuran akan menjadi layu, transportasi jarak jauh juga mudah membuat sayuran rusak.


Produk pertanian dari luar negeri akan menderita angka kerusakan lebih besar lagi, sebab harus melalui pengiriman jauh.


Ada sebagian orang menganggap kulkas sebagai perlengkapan serba bisa, semua bahan makanan yang dimasukkan ke dalamnya akan tahan lama, padahal bukan begitu adanya, suhu rendah dalam kulkas hanya akan memperlambat pertumbuhan mikroba, bukan berarti bahan makanan dijamin tidak rusak. (dr. Lin Yufang dari RS Tzu Chi Taipei)


Jika sampah makanan di Taiwan setahunnya mencapai 1,8 juta ton, artinya rata-rata setiap orang setiap harinya membuang bahan makanan sebanyak 200 gram


Bahan makanan seberat 200 gram hampir sama dengan setengah potong tahu, sebatang wortel ukuran medium atau sebutir mantou. Bahan makanan seberat 200 gram ini merupakan jatah makanan seorang dewasa di Korea Utara. Di Taiwan, jika setiap orang setiap harinya dapat mengurangi pemborosan bahan makanan seberat 200 gram, maka setiap tahunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan 5,5 juta warga Haiti yang kelaparan. Dengan mengurangi beberapa suap makanan dan makan sampai hanya 70% kenyang, itu akan sangat baik bagi kesehatan tubuh sendiri.


Dokter spesialis metabolisma pada RS Tzu Chi Taipei, dr. Liao Yuhuang mengatakan: Ada sebuah majalah terkenal di dunia memuat sebuah artikel, ada orang mengadakan eksperimen terhadap monyet di Sungai Gangga, ketika makanan dalam sekelompok monyet dikurangi sebanyak 30%, biasa kita sebut 70% kenyang, setelah 20 tahun kemudian, angka kematian turun dengan jelas, serangan sakit jantung dan kencing manis pada mereka juga berkuirang 50%, jadi mengurangi konsumsi makanan adalah sangat bermanfaat bagi panjangnya usia kita.


Hanya Inggris saja sudah membuang bahan makanan sebanyak 410 ton dalam setahun, cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup 12 juta warga kelaparan di daerah bencana kekeringan parah Afrika Timur. Sedangkan di Amerika Serikat dalam setahun diboroskan hampir 50 juta ton bahan makanan, cukup untuk menyelamatkan hampir separuh warga kelaparan di benua Afrika.


Ketika membuang bahan makanan, pemborosan yang terjadi bukan saja bahan makanan tersebut, juga termasuk sumber daya dalam proses produksi, transportasi dan penyimpanan. Coba pikirkan, kita mempergunakan obat pertanian dan pupuk kimia untuk memaksa produksi pertanian paling maksimal, ini sangat melukai bumi dan memboroskan sumber daya air, namun terakhir kita malah membuang bahan makanan ini.


Menurut perkiraan Global Footprint Network, sebelum tahun 2030, kita sudah membutuhkan sebuah planet bumi yang baru, baru cukup untuk memenuhi nafsu mulut umat manusia dan tempat pembuangan sampah.


Pada tahun 2005, Jepang membuat undang-undang pendidikan bidang pertanian bahan makanan, mewajibkan setiap murid untuk belajar tentang pertanian bahan makanan, jika sekolah berada di daerah perdesaan, bahkan mewajibkan murid-murid untuk menanam sendiri, juga mengadakan perlombaan mencukupi bahan makanan bagi diri sendiri. Undang-undang ini juga mewajibkan para murid SD kelas 5 untuk tinggal di daerah pertanian selama seminggu, sedangkan orangtua tidak boleh ikut, tujuannya agar melalui kerja pertanian ini, anak-anak tahu darimana datangnya bahan makanan mereka


Catatan : Tzu Chi mengambil negara Taiwan sebagai contoh karena Tzu Chi pertama kali berdiri di negara Taiwan


Sumber : www.kaskus.co.id